ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00-IDBLANTER.COM
ZDIRY-TUFWT-EBONM-EYJ00
BLANTERWISDOM105

Kesalahpahaman Literasi Anak Usia Dini

02/04/2024

 


Saat ini masih banyak orang tua yang salah memahami konsep literasi numerasi pada anak usia dini. Akibatnya, banyak yang kemudian memasukan anak ke lambaga-lembaga kursus agar anak bisa membaca, menulis dan berhitung sedini mungkin tanpa melihat konsekuensinya. Sejatinya literasi numerasi diajarkan dalam kehidupan nyata melalui bermain dan belajar. 

Anak usia dini adalah 0 – 6 tahun (UU Nomor 20/2003), 0 – 8 tahun (usia emas masa perkembangan anak, berdasarkan kajian ilmu PAUD. Dikutip dari materi webinar "Pembelajaran Literasi untuk Kesiapan Bersekolah", berikut beberapa hal miskonsepsi atau kesalahpahaman yang perlu di luruskan 

Miskonsepsi 1 : Penerimaan anak yang memasuki SD diseleksi menggunakan tes membaca menulis dan berhitung. 

Fakta : Tidak Tepat

Laju perkembangan anak beda-beda. Kemampuan literasi dan numerasi tidak sekedar baca tulis hitung sehingga tidak tepat menggunakan capaian kemampuan calistung sebagai kriteria seleksi untuk memasuki satuan pendidikan SD. Kriteria seleksi pada proses PPDB disesuaikan dengan kondisi dan sumber daya satuan pendidikan. 

Bukan kemampuan calistung, namun ada 6 pondasi yang perlu dikuasai oleh anak serta dibangun secara berkelanjutan mulai dari PAUD hingga SD, sehingga anak tidak memiliki persepsi bahwa sekolah hanyalah Calistung. Berikut 6 pondasi tersebut : 

  • Mengenal nilai agama dan budi pekerti;
  • Keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi;
  • Kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar;
  • Kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar;
  • Pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri;
  • Pemaknaan belajar adalah suatu hal yang menyenangkan dan positif.

Miskonsepsi 2 : Mengajar membaca dimulai dari menghapal A-Z

Fakta : Tidak Tepat

Membaca adalah proses yang bertahap mulai dari kemampuan membedakan bunyi, membunyikan lambang yang berupa gambar dan aksara. Pemahaman kata dikaitkan dengan pemahaman terhadap objek atau konteks yang dapat diindra dan digunakan di lingkungan. Huruf adalah lambang bunyi yang secara bertahap membentuk suku kata ke kata sesuai dengan kekhasan bahasa. Pendekatan belajarnya adalah pendekatan berbasis teks (dapat berupa, objek, konteks, teks/kalimat bermakna sehari-hari) walaupun juga diterapkan sistem silaba, yaitu memecah suatu kata menjadi suku kata atau silabel untuk membantu pemahaman dan pengucapan yang lebih baik. Oleh karena itu pengucapan yang tepat akan membantu anak melafalkan lambang (gambar/huruf) yang ditemuinya. 

Miskonsepsi 3 : Anak yang dapat bercerita dari lingkungan di sekitarnya adalah persiapan membaca awal yang patut.

Fakta : Tepat 

Bercerita dengan benda-benda yang ada di sekitar anak (mainan, alat-alat makan, alat-alat tulis, makanan kesukaan) adalah latihan pengindraan yang akan menguatkan otot mata, organ artikulasi dan pemahaman makna kata. Pada saat membaca anak memerlukan kelenturan otot mata agar anak fokus, dan kosa kata yang cukup. Kemampuan ini akan membantu anak saat membaca teks (gambar aksara)

Miskonsepsi 4 : Anak yang lancar baca tidak selalu memahami isi bacaan,

Fakta : Tepat

Pemahaman isi bacaan terkait dengan makna kata, dan maksud ujaran (kalimat). Pemahaman ujaran (nada, jeda, tempo) adalah dasar untuk memahami tanda baca. Oleh karena itu anak perlu pemodelan saat bercakap-cakap, saat bertanya, saat menyatakan kesediaan, menolak dalam berkomunikasi lisan. Saat membaca lantang anak dimodelkan cara membaca sesuai tanda baca, dikuatkan dengan pertanyaan, diskusi dan penulisan. Dengan cara ini anak dapat membaca sesuai dengan kebutuhannya. 

To be continue yaa.. 












Share This :
Susi Sukaesih

Hai semua! Pendidikan masih menjadi senjata ampuh untuk memutus rantai kemiskinan. Yuk belajar dan berbagi bersama gerakan #IbuPenggerak. Saya Susi, Ibu 2 putra. Founder Sidina Corp (Sidina Community & Sidina ID)

0 komentar